PENGANTAR ILMU HUKUM
KLASIFIKASI HUKUM DITINJAU DARI SEGI
BENTUKNYA
DISUSUN OLEH :
SAHRUL AMIN (170202001)
DOSEN PENGAMPU
HERU SUNARDI, M.H.
JURUSAN AHWAL SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
2018
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Manusia
adalah mahluk sosial sehingga memerlukan orang lain untuk mepertahankan
hidupnya, dalam hubungan tersebut sering terjadi konflik maka dibuatlah
aturan-aturan dalam hubungan tersebut yang kemudian kita kenal dengan hukum.
Hukum senantiasa
mengalami perkembangan, tidak hanya dalam isinya, melainkan juga dalam
bertambahnya jenis-jenis yang ada. Perubahan, perkembangan, dan pertumbuhan
tersebut pada gilirannya menyebabkan, bahwa sistematik dan penggolongan hukum
itu harus ditata kembali agar susunan rasional dari hukum itu tetap
terpelihara.[1]
Apabila
kita ingin membuat suatu penggolongan besar, maka kita bisa melakukannya dalam
bentuk hukum tertulis di satu pihak dan hukum tidak tertulis di lain pihak.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang di maksud dengan hukum tertulis
dan tidak tertulis?
b. Apa contoh dari hukum tertulis?
c. Bagaimana peran hukum tidak tertulis?
Pembahasan
A. Pengertian hukum tertulis dan tidak
tertulis
1. Hukum tertulis
Hukum Tertulis adalah hukum
yang dicantumkan dalam berbagai peraturan perundangan. Hukum tertulis telah
menjadi ciri dari hukum moderen yang harus mengatur serta melayani kehidupan
moderen. Suatu kehidupan yang makin kompleks, bidang-bidang yang makin beraneka
ragam serta perkembangan masyarakat dunia yang makin menjadi suatu masyarakat
yang tersusun secara organisatoris, hubungan antar manusia yang makin kompleks
pula, memang tidak hanya bisa mengandalkan pada pengaturan tradisi, kebiasaan,
kepercayaan atau budaya ingatan.[2]
2. Hukum tidak tertulis
Hukum tidak tertulis merupakan kebalikan dari Hukum
Tertulis. Hukum tidak tertulis yaitu hukum yang tidak dituangkan/ dicantumkan
dalam peraturan Perundang-undangan. Hukum tidak tertulis merupakan hukum yang
hidup/ berjalan dan tumbuh dalam kehidupan masyarakat/ adat atau dalam praktik
ketatanegaraan/ konversi.
B. Contoh hukum tertulis dan tidak tertulis
1. Hukum tertulis
Salah satu contoh hukum tertulis yaitu KUH Pidana
(Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Hukum pidana memuat peraturan-peraturan
yang mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggarnya yang diancam
dengan hukuman berupa siksa badan. Andai saja hukum itu sebenarnya untuk
keadilan, maka niscaya hukum akan menjadi “tuhan” kedua bagi manusia, pasti
saja pengadilan menjadi rujukan pencari keadilan bukan lagi “sarang penyamun”
yang memberangus keadilan dan kebenaran.
Bila kita mendengar kata-kata “pidana”, mestilah
muncul dalam persepsi kita tentang sesuatu hal yang kejam, menakutkan bahkan
mengancam. Memang benar demikian, karena secara bahasa arti atau makna pidana
adalah nestapa. Artinya orang yang dikenakan pidana adalah orang yang nestapa,
sedih, dan terbelenggu baik jiwa maupun raganya. Tetapi kenestapaan tersebut
bukanlah diakibatkan oleh perbuatan orang lain, melainkan atas perbuatan yang
dilakukannya sendiri.[3]
2. Hukum tidak tertulis
Contoh Hukum Tidak Tertulis: Hukum Adat yang
tidak ditulis/ tidak dicantumkan dalam perundang-undangan namun peraturannya
sudah tertanam dan dipatuhi oleh daerah tertentu/ adat tertentu sehingga
menjadi sebuah pedoman dalan tata pelaksanaan kehidupan bermasyarakat.
C. Peran hukum tidak tertulis
Dari hasil penelitian yang berlokasi pada Pengadilan Negeri Sleman Daerah
istimewa Yogyakarta dalam kurun waktu delapan tahun yaitu dimulai tahun
1980-1988, diperoleh dua kasus yang menggambarkan terdapatnya penerapan hukum
tidak tertulis pada putusan hakim. Kedua putusan ini tersebut dalam perkara No.
55/1981.Pdt/G/ SImn dan No. 13/1982.Pdt/G/SImn, mengenai sengketa perjanjian
jual beli dengan hak membeli kembali yang diatur dalam Pasal 1519-1532
KUHPerdata.
Di dalam praktik, perjanjian ini sering merupakan faktor pemicu sengketa.
antara pihak penjual dengan pihak pembeli, sehingga ke tingkat pengadilan. Secara
prinsip, penyebab sengketa ini adalah terdapatnya unsur penyalahgunaan keadaan
yang dilakukan oleh pihak yang secara sosial ekonomis memiliki kedudukan lebih
kuat, terhadap pihak lain yang secara sosial' ekonomi lemah kedudukannya. Hal
ini dengan mudah dapat terjadi ketika seseorang berada dalam keadaan memerlukan
materi, untuk keperluan mana ia meminjam uang kepada pihak lain. Oleh pihak
lain ini, diberikan sejumlah uang, bukan dalam bentuk perjanjian hutang, namun
dikonstruksl sebagai perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali.
Sebagaiamana pasal-pasal di atas, terdapat ketentuan bahwa, penjual
berkedudukan sebagai penjual sementara, yaitu dalam batas waktu yang disepakati
dengan pembeli, untuk setelah ia menerima uang penjualan berhak melakukan
pembelian kembali dalam tenggang waktu tersebut. Jika dalam tenggang waktu ini
penjual barang tidak melakukan pembeiian kembali atas barangnya. maka secara
yuridis, ia kehilangan haknya atas barang itu, dan hak pemilikan barang
berpindah kepada pihak pembeli.
Dalam kenyataannya, pihak penjual menerima uang penjualannya dalam jumlah
yang tidak seimbang dengan nilai/harga barang yang dijualnya. Dalam hal penjual
tidak berhasil membeli kembali barangnya — pada umumnya disebabkan karena
ketidak-mampuannya untuk membeli kembali — maka pihak pembeli merupakan pihak
yang secara pasti memperoleh keuntungan
Penutup
A. Kesimpulan
Hukum
Tertulis adalah hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan perundangan.
Hukum tertulis telah menjadi ciri dari hukum moderen yang harus mengatur serta
melayani kehidupan moderen. Sedangkan hukum tidak tertulis adalah kebalikan
dari Hukum Tertulis. Hukum tidak tertulis yaitu hukum yang tidak dituangkan/
dicantumkan dalam peraturan Perundang-undangan. Hukum tidak tertulis merupakan
hukum yang hidup/ berjalan dan tumbuh dalam kehidupan masyarakat/ adat atau
dalam praktik ketatanegaraan/ konversi.
Salah
satu contoh hukum tertulis yaitu KUH Pidana (Kitab undang-undang hukum pidana).
Hukum pidana memuat peraturan-peraturan yang mengandung keharusan dan larangan
terhadap pelanggarnya yang diancam dengan hukuman berupa siksa badan. Dan
contoh dari hukum tidak tertulis : Hukum Adat yang tidak ditulis/ tidak
dicantumkan dalam perundang-undangan namun peraturannya sudah tertanam dan
dipatuhi oleh daerah tertentu/ adat tertentu sehingga menjadi sebuah pedoman
dalan tata pelaksanaan kehidupan bermasyarakat.
Daftar Referensi
Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
2014
Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi. Cepat
Dan Mudah Memahami Hukum Pidana. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. 2015.
Busyro Muqoddas. 1996. Penerapan Hukum Tidak Tertulis Dalam Putusan
Hakim.Vol 3. Hlm 39-40. https://media.neliti.com/media/publications/87212-ID-penerapan-hukum-tidak-tertulis-dalam-put.pdf
[1]
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT CITRA ADITYA BAKTI, 2014)
h.71
[2]
Ibid, h. 72
[3] Ismu
Gunadi dan Jonaedi Effendi, Cepat Dan Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2015) H. 7-8.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar