PEGADAIAN SYARIAH DAN PEGADAIAN KONVENSIONAL
A.
PENGERTIAN
1.
Pegadaian
Syari’ah
Gadai dalam perspektif islam disebut dengan istilah Rahn, yaitu
perjanjian untuk menahan sesuatu barang sebagai jaminan atau tanggungan utang.
Kata Rahn secara etimologi berarti “Tetap, Berlangsung, dan Menahan”. Maka Dari
segi bahasa Rahn bisa diartikan sebagai menahan sesuatu dengan tetap. Ar Rahn
Adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman
yang diterimanya.
Rahn merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang
yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan, hingga
orang yang bersangkutan boleh mengambil utang.
2.
Pegadaian
Konvensional
Pegadaian Konvensional (Umum) adalah suatu hak yang
diperbolehkan seseorang yang mempunyai pitutang atas suatu barang bergerak.
Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang
yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang,
seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang
berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk
melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya
ada saat jatuh tempo.
B.
LANDASAN
HUKUM
Landasan konsep pegadaian Syari’ah juga mengacu pada syariah yang
bersumber dari Al Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Adapun dasar hukum yang
dipakai adalah QS Al Baqarah : 283
وَاِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوْا كَأتِبًا فَرِهَانٌ
مَقْبُوْضَةٌ.
Artinya
“Jika Kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (Oleh yang berpiutang)…
Hadits rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah Ra,
yang berbunyi:
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا اَنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهٌ عَلَيْهِ وَسلَّم
اشْتَرَطَعَامًا مِنْ يَهُوْدِىِّ اِلَى اَجَلِ وَرَهَنَهُ دِرْعًا
مِنْ حَدِيْدٍ
“dari aisyah berkata : Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang
yahudi dan menggadaikannya dengan baju besi”
Dan
ada pula hadits Nabi yang maknanya
“Dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi SAW dengan roti
dari gandum dan sungguh rasulullah SAW menaguhkan baju besi kepada seorang
yahudi di madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang yahudi.
Landasan hukum berikutnya adalah ijma’ ulama atas hukum mubah
(Boleh) dalam perjanjian Gadai, adapun mengenai prinsip Rahn (Gadai)
telah memiliki fatwa dari Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indoneseia
yaitu fatwa dewan Syari’ah Nasional Nomor 25/DSN-MUI//III/2002 tentang rahn dan
fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas.
C.
RUKUN
DAN SYARAT TRANSAKSI GADAI
Secara Umum syarat sah dan rukun dalam menjalankan transaksi gadai
adalah sebagai berikut :
1.
Rukun
Gada
a. Ada Ijab dan Qabul (Shighat)
b. Terdapat Orang yang berakad yang menggadai (Rahin) dan yang memberi
Gadai (Murtahin)
c. Ada Jaminan (Marhun) berupa barang / Harta
d. Utang (Marhun Bih)
2.
Syarat
Sah Gadai
a.
Shighat
b.
Orang
yang Berakal
c.
Barang
yang dijadikan Pinjaman
d.
Utang
(Marhun Bih)
D.
HAK
DAN KEWAJIBAN PIHAK YANG BERAKAD
1.
Hak
penerima gadai antara lain :
a.
Apabila
rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, murtahin berhak
untuk menjual Marhun
b.
Untuk
menjaga keselamatan marhun, pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya
yang dikeluarkan
c.
Pemegang
gadai berhak menahan barang gadai dari rahin, selama pinjaman belum dilunasi.
2.
Kewajiban
penerima Gadai antara Lain :
a.
Apabila
terjadi sesuatu (Hilang ataupun cacat) terhadap marhun akibat dari kesalahan,
maka murtahin harus bertanggung jawab
b.
Tidak
boleh menggunakan marhun untuk kepentingan pribadi
c.
Sebelum
diadakan pelelangan marhun, harus ada pemberitahuan kepada rahin
3.
Hak
Pemberi Gadai (Rahin)
a.
Setelah
pelunasan pinjaman, rahin berhak atas barang gadai yang diserahkan kepada
murtahin
b.
Apabila
terjadi kerusakan atau hilangnya barang gadai akibat kelalaian murtahin, rahin berhak
menuntut ganti rugi atas marhun
c.
Setelah
dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya yang lainnya, rahin berhak menerima
sisa hasil penjualan marhun
d.
Apabila
diketahui terdapat penyalahgunaan marhun oleh murtahin, maka rahin berhak untuk
meminta marhunnya kembali
4.
Kewajiban
pemberi Gadai antara Lain :
a.
Lunasi
pinjaman yang telah diterima serta biaya-biaya yang ada dalam kuruu waktu yang
telah ditentukan
b.
Apabila
dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tidak dapat melunasi pinjamannya,
maka harus merelakan atas marhun pemiliknya.
5.
PERJANJIAN
TRANSAKSI GADAI
a.
Qard
Al-Hasan
Akad ini digunakan nasabah untuk tujuan konsumtif, oleh karena itu
nasabah (Rahin) akan dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadai
(Marhun) kepada Pegadaian (Murtahin, adapun ketentuannya adalah:
a)
Barang
gadai hanya dapat dimanfaatkan dengan jalan menjual, seperti emas, barang
elektronik, dan lain sebagainya
b)
Karena
bersifat social, maka tidak ada pembagian hasil. Pegadaian hanya diperkenankan
untuk mengenakan biaya administrasi kepada Rahin
b.
Mudharabah
Akad yang diberikan bagi nasabah yang ingin memperbesar modal
usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif. Adapun ketentuannya
adalah :
a)
Barang
gadai dapat berupa barang-barang bergerak maupun barang tidak bergerak seperti
emas, elektronik, kendaraan bermotor, tanah, Rumah Dll.
b)
Keuntungan
dibagi setelah dikurangi dengan biaya pengelolaan marhun.
c.
Bad’I
Muwayyadah
Akad ini diberikan kepada nasabah untuk keperluan yang bersifat
produktif, seperti pembelian alat kantor, modal kerja. Dalam hal ini murtahin
juga dapat menggunakan akad jual beli untuk barnag atau modal kerja yang
diinginkan oleh rahin. Barang gadai adalah barang yang dimanfaatkan oleh rahin
atau pun murtahin.
d.
Ijarah
Objek dari akad ini pertukaran manfaat tertentu, bentuknya adalah
murtahin menyewakan tempat penyimpangan barang.
6.
PEMANFAATAN
BARANG RAHN
Mayoritas ulama membolehkan pegadaian memanfaatkan barang yang digadaikannya
selama mendapat izin dari murtahin selain itu pegadai harus menjamin barang
tersebut selamat dan utuh.
Dari abu hurairah ra. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Barang
yang digadaikan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya.
Baginya adalah keuntungan dan tanggung jawabnyalah bila ada kerugian atau
biaya” (HR. Syafi’I dan Daruqutni).
Mayoritas ulama, selain Madzab Hambali, berpendapat bahwa murtahin
(Penerima Gadai) tidak boleh mempergunakan barang rahan.
Berakhirnya akad rahan :
a.
Barang
telah diserahkan kembali kepada pemiliknya
b.
Rahin
membayar hutangnya
c.
Pembebasan
hutang dengan cara apapun, meskipun dengan pemindahan oleh murtahin
d.
Pembatalan
oleh murtahin meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin
e.
Rusaknya
barang rahin bukan oleh tindakan atau pengguna murtahin
7.
PERBEDAAN
TEKNIS PELAKSANAAN
a.
Mekanisme
Pegadaian Konvensional
Dalam pegadaian, obyek yang digadaikan biasanya terdiri dari emas
dan perhiasan lainnya. Selain perhiasan, diterima pula kendaraan seperti mobil,
motor dll, meskipun tetap yang lebih disukai adalah emas. Cara kerja pegadaian
yang konvensional ini adalah dengan cara: orang yang perlu uang datang ke
tempat pegadaian, mereka akan menyerahkan barang yang akan digadaikan, barang
yang akan digadaikan ini akan ditaksir oleh petugas, dan nilai taksirannya akan
diberikan dalam bentuk uang. Sehingga orang yang memerlukan uang itu akan
menerima sejumlah uang, sesuai nilai taksir barang yang digadaikannya. Mereka
biasanya menggadaikan barangnya selama 4, 6 bulan, sesuai yang disepakati, tapi
biasanya tidak lebih dari 1 tahun. Jadi biasanya kegunaannya ini agak berbeda
dari bank yang bisa 2 atau 3 tahun, ini untuk kegunaan yang mendesak.”,
Layaknya pada lembaga keuangan lainnya, pegadaian pun mengenakan bunga untuk jasa
yang dilakukannya.
Dari jumlah uang yang diberikan tersebut, maka pegadaian akan
mengenakan jasa uang, atau yang di perbankan disebut bunga. Sehingga orang yang
menggadaikan tadi akan membayarkan bunga, dan pada saat jatuh temponya mereka
akan membayar kembali barang tersebut, sehingga mereka memperoleh kembali
barangnya.
b.
Mekanisme
Pegadaian Syari’ah
Sedangkan pada pegadaian syariah, proses pinjam-meminjamnya masih
sama dengan pegadaian konvensional. Secara umum tidak ada perbedaan dari sisi
peminjam. Hanya saja, bunga yang dikenakan pada pegadaian konvensional, diganti
dengan biaya penitipan pada pegadaian syariah.
Sedangkan pegadaian syariah mempunyai mekanisme yang sedikit
berbeda. Yaitu yang pertama, apabila ada orang yang membutuhkan uang dan mereka
datang ke pegadaian syariah, maka secara teknis akan dilakukan penaksiran
terhadap barang yang akan digadaikan. Kemudian setelah dilakukan penaksiran
terhadap barang yang digadaikan, orang tersebut akan mendapatkan sejumlah dana
sesuai nilai taksiran tersbut. Sampai sini masih sama dengan pegadaian
konvensional, di mana terjadi proses pinjam-meminjam uang. Bedanya di pegadaian
konvensional dikenakan bunga, yang biasa disebut jasa uang, sedangkan di
syariah mereka tidak bisa mengenakan bunga atau jasa uang. Lalu dari mana
pegadaian syariah mendapatkan keuntungan jika mereka tidak bisa mengenakan
bunga atau yang tadi kita sebut sebagai jasa uang? Barang yang digadaikan
tersebut, harus dtitipkan. Tempat penitipan inilah yang dibayar jasanya. Jadi
ada jasa penitipan barang.. Jasa pentipan ini tidak serta merta dikalikan dari
persentase tertentu, tapi dia dikaitkan dengan suatu rate tertentu. Misalnya
kalau barangnya sekian gram sampai sekian gram, biaya penitipannya sekian.
Sehinga yang terjadi di pegadaian syariah ini, nasabah dikenakan charge berupa
biaya tempat pentipian. Jadi mereka membayar biaya sewa penitipan.
Selain dari biaya sewa penitipan yang menggantikan bunga, dalam
pegadaian syariah peminjam cuma bisa menggadaikan barang dalam bentuk emas, dan
belum bisa dalam bentuk barang yang lainnya seperti pada pegadaian
konvensional.
Di dalam pegadaian syariah juga, perbedaan berikutnya, yang
dilakukan sejauh ini hanya gadai emas saja. Sedangkan gadai perhiasan di luar
emas, yang dinilai emasnya saja. Begitu juga gadai mobil, motor, belum
dilakukan di pegadaian syariah. Sehingga dalam pegadaian syariah ini masih
terbatas dalam emas saja dan dikenakan biaya penyewaan tempat penitipan. Sama
dengan konvensional, di pegadaian syariah pun jangka waktunya tidak panjang.
Hanya sekitar 4, 6, 8 atau 12 bulan saja. Tidak melebihi dari itu, karena
pegadaian ini harus kita gunakan secara hati hati untuk keperluan yang
betul-betul mendesak dan penting saja. Untuk kebutuhan lain, pegadaian bukanlah
tempat yang cocok untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya lebih jangka panjang
dan nilainya lebih besar.
jika ingin mendownload file dari makalah diatas silahkan klik
DISINI.