Selasa, 17 April 2018

makalah tarikh tasyri' dan hal-hal yang berkaitan dengannya


TUGAS
TARIKH TASYRI’ DAN PERMASALAHANNYA

 

                                                 DISUSUN OLEH:
     KELOMPOK             :1
1.    Sahrul Amin       (170202001)
2.    Marjalinda          (170202002)



                                            JURUSAN AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH (AS)
FAKULTAS SYARI’AH
               UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
         2018


KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam selalu kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw beserta keluarga, sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman
Dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Dosen kami Muhammad Nor, M.HI, yang telah memberikan pengetahuan, arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tepat pada waktunya dengan judul “Ruang Lingkup Ushul fiqih ”.
Serta dalam penyempurnaan makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dari segi penulisan maupun isi dari makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dan membangun demi kesempurnaan makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.


DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
                  A.    LatarBelakang
                  B.     Rumusan Masalah
                  C.     Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
                  A.    Pengertian Tarikh Tasyri’
                  B.     Objek Kajian Tarikh Tasyri’
                  C.     Hubungan Ilmu Fiqih Dengan Ilmu Lain-Lainnya
                  D.    Urgensi Dan Kegunaan Mempelajari Tarikh Tasyri’
                  E.     Penerapan Tasyri’
                  F.      Prinsip-Prinsip
                  G.    Langkah-Langkah Tasyri’ Para Sahabat
      BAB III PENUTUP
                  A.    Kesimpulan
      DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
            A.    LATAR BELAKANG
Tasyri’ memiliki sejarah pertumbuhan dan perkembangan dari masa ke masa, setapak demi setapak menuju kesempurnaannya dan selalu sesuai dengan kondisi masyarakatnya. sejarah tasyri' berkembang sejak adanya islam, yaitu sejak masa rasulullah saw sampai dengan ssekarang
Tasyri’ terbentuk sesuai dengan keperluan yang dibutuhkan masyarakat untuk mengatur kehidupan demi mencapai kesejahteraan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.
Pada masa rasululah saw, permasalahan di masyarakat belum begitu banyak. Segala permasalahan diserahkan kepada beliau yang berpedoman dengan alquran dan hadis. Akan tetapi, setelah wilayah islam menjadi luas dan menghadapi berbagai permasalahan baru, maka dasar tasyri’ menjadi berkembang, yaitu menggunakan alquran, hadis, dan ijtihad. Dari ijtihad inilah muncul berbagai metode sesuai dengan karakter permasalahan yang dihadapi dan sesuai dengan metode yang ditemukan para mujtahid
Untuk memudahkan pembahasan tentang pengertian tarikh tasyri’, dan permasalahannya yang berkaitan dengannya.
            B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan tarikh tasyri’ dan ruang lingkupnya?
2.      Bagaimana hubungan ilmu fikih dengan ilmu-ilmu lain?
3.      Apa urgensi dan kegunaan mempelajari tarikh tasyri’?
4.      Apa saja prinsip-prinsip dan langkah-langkah tasyri’ para sahabat?
            C.    TUJUAN
1.      Untuk mengetahui tarikh tasyri’ dan ruang lingkupnya
2.      Untuk memahami hubungan ilmu fikih dengan ilmu-ilmu lain
3.      Untuk mengetahui urgensi dan kegunaan mempelajari tarikh tasyri’
4.      Untuk mengetahui prinsi-prinsip dan langkah-langkah tasyri’ para sahabat


BAB II
PEMBAHASAN
            A.    Pengertian Tarikh Tasyri
Dalam kamus lisan Al-‘Arab, kata tarikh biasa digunakan untuk “sejarah”, yang berasal dari kata ‘arkh’ yang mengandung arti merekam segala peristiwa dan waktu. Sedangkan kata tarikh biasa digunakan untuk waktu ketika peristiwa itu terjadi.
Tarikh (history) adalah cabang ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan kronologi berbagai peristiwa. Definisi serupa diungkapkan oleh Abd Ar-Rahman As- Sakhawi, bahwa sejarah adalah seni yang berkaitan dengan serangkaian anekdot yang berbentuk kronologi perisriwa.
Konsep sejarah dalam versi Islam adalah semata-mata untuk meraih keridhoan Allah. Bahkan Al-Qur’an menekankan kebutuhan pengetahuan sejarah sebagai dorongan moral terhadap ketakwaan, dalam surat Al-Mu’minun ayat 21, kata perjalanan di muka bumi adalah kajian formal tentang sejarah suatu bangsa tercatat. Oleh karena itu, sejarah diperlukan untuk melihat kehancuran dan peristiwa-peristiwa mengenai sesuatu.
Tasyri’ dari segi terminologinya adalah penetapan peraturan, penjelasan hukum-hukum, dan penyusunan perundang-undangan. At-Tasyri’ tampaknya lebih merupakan istilah tekhnik tentang proses pembentukan fiqih atau peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu ia mencakup produk dan proses pembentukan fiqih atau peraturan perundang-undangan. [1]Dengan demikian, secara sederhana tarikh tasyri’ diartikan sebagai sejarah terbentuknya perundang-undangan dalam Islam, atau sejarah pembentukan hukum Islam.
Secara istilah, tarikh tasyri’ memiliki banyak pengertian yang disebutkan oleh para ahli, diantaranya Muhammad Ali Al-Sayis dalam bukunya Tarikh Al-Fiqh Al-Islami mendefinisikan tarikh tasyri’ dengan  ilmu yang membahas keadaan penetapan hukum islam pada masa  kerasulan (Rasulullah Saw masih hidup) dan sesudahnya dengan periodisasi munculnya hukum serta hal-hal yang berkaitan dengannya, juga membahas keadaan fuqaha dan mujtahid dalam merumuskan hukum-hukum tersebut. Secara sederhana, tarikh tasyri’ ialah sejarah penetapan hukum islam yang mengatur perbuatan umat manusia yang mukallaf dari masa nabi Saw sampai dengan sekarang.[2]



            B.     Objek Kajian Tarikh Tasyri’
Berbicara masalah tarikh tasyri’, inilah yang dimaksud dengan sejarah fiqih Islam, dalam  hal ini yang akan menjadi objek kajian dari tarikh tasri’ atau sejarah fiqh Islam adalah:
1.  Membahas keadaan fiqih Islam dimasa Rasulullah dan masa-masa  sesudahnya, untuk menentukan masa-masa terjadinya hukum itu sendiri dan hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an.
2.     Membahas tentang keadaan fuqaha dan mujahidin yang menggali fiqh Islam.
3.   Serta hasil kerja (produk) mereka (fuqaha/mujatahid) terhadap hukum-hukum itu sendiri.[3]
4.     Penentuan masa-masa terjadinya hukum
5.     Penentuan segala proses hukum seperti nasakh dan takhsis
Sementara itu, jika tasyri’ dimasukkan syariah yang diartikan secara luas, pembahasannya meliputi segala hal yang berhubungan dengan aqidah, akhlak, dan muamalah. Akan tetapi, kamil musa dalam kitab al-madkhal ila tarikh at-tasyri’ al-islami mengatakan bahwa tarikh tasyri’ tidak terbatas pada sejarah pembentukan hukum yang bersumberkan dari al-quran dan sunnah saja. Tarikh tasyri’ juga mencakup pemikiran, gagasan, dan ijtihad ulama pada kurun waktu tertentu.[4]

            C.    Hubungan Ilmu Fiqh dengan Ilmu-Ilmu Lainnya

a.      Ilmu Tauhid
Ilmu fiqh sangat erat hubungannya dengan ilmu Tauhid, karena sumber ilmu fiqh yang pokok adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.Mengakui al-Qur’an sebagai sumber hukum yang pertama dan paling utama, berangkat dari keimanan bahwa Al-Qur’an diturunkan Allah SWT dengan perantaraan malaikat kepada Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya. Disini ilmu fiqh sudah memerlukan keimanan kepada Allah, keimanan kepada para malaikat, keimanan kepada kitab-kitab Allah sebagai wahyu Allah SWT, keimanan kepada Rasul, keimanan kepada hari kiamat dan keimanan kepada qada’ dan qadar.
Selanjutnya oleh karena tujuan akhir ilmu fiqh untuk mencapai keridhaan Allah SWT di dunia maupun di akhirat, maka sudah pasti harus yakin pula akan adanya hari akhirat. Hari pembalasan segala amal perbuatan manusia.Seperti yang kita ketahui aspek hukum dari perbuatan manusia ini menjadi objek pembahasan ilmu fiqh.Masalah-masalah yang berkaitan dengan keimanan ini dibahas di dalam ilmu Tauhid.Singkatnya hubungan ilmu fiqh dengan ilmu Tauhid seperti hubungan antara bangunan dan fondasinya.Ilmu Tauhid merupakan fondasi yang kokoh, sedangkan bangunan yang berdiri tegak dengan megahnya di atas fondasi yang kokoh dan kuat itulah ilmu fiqh.

b.     Ilmu Sejarah
Ilmu sejarah atau tarikh memiliki tiga dimensi; masa lalu, masa kini dan kemungkinan-kemungkinannya pada masa yang akan datang. Untuk mengetahui bagaimana ilmu fiqh di masa lalu, bagaimana sekarang dan bagaimana kemungkinan-kemungkinannya pada masa yang akan datang bisa ditelusuri dari ilmu Sejarah Islam dan sejarah hukum islam atau lebih dikenal dengan tarikh al-tasyri’.
Masa lalu dan masa sekarang memberikan data dan fakta. Data dan fakta ini dicari latar belakangnya serta ditelusuri kandungan maknanya, sehingga ditemukan benang merahnya yang merupakan semangat ajaran Islam pada umumnya dan semangat ilmu fiqh pada khususnya yang berlaku sepanjang masa, penerapan semangat ajaran ini akan berubah sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat yang dihadapinya dengan tetap memperhatikan metodologi ilmu fiqh yaitu ushul fiqh dan kaidah-kaidah fiqhiyah.Dari Tarikh al-asyri ini akan tahu pasang surutnya ilmu fiqh dan bagaimana penterapannya di berbagai daerah di dunia Islam ini.
Adapun hubungannya dengan ilmu yang lain seperti metodologi studi islam, sejarah peradaban islam, filsafat sejarah, ulum al-quran, ulum al-hadis, dan berbagai macam ilmu lainnya.
Hubungan tersebut tidak hanya bersifat normatif, tetapi lebih dari itu, perangkat dan matakuliah yang disebutkan di atas akan mampu memberikan gambaran yang jelas tentang potret masyarakat islam dalam rentang sejarahnya. MSI akan bermanfaat untuk mengklasifikasikan metode dan penerapan teknik masing-masing kelompok yang berbeda. Sosiologi akan mampu menggambarkan kondisi, struktur dan hubungan sosial pada suatu masa. Pun demikian dengan sejarah peradaban islam, akan melihat hubungan antara masa, sehingga menjadikan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Kesatuan tersebut akan bermanfaat untuk melihat proses dialektika zaman dan proses perubahab-perubahan sosial, politik atau pun keagamaan. Pun demikian dengan beberapa mata kuliah lain, yang semuanya menopang tarikh tasyri’, terutama untuk mendapatkan suatu hasil analisis yang sempurna dan obyektif.[5]


                  D.    Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Tarikh Tasri

1.     Mengetahui prinsip dan tujuan syari’at Islam
Melalui kajian tarikh tasyri’ kita dapat mengetahui prinsip dan tujuan  syariat Islam. Dimana tujuan dari syariat Islam adalah untuk menjaga harkat dan martabat seorang muslim dan sebagai pembeda atau identitas seorang muslim dibandingkan dengan penganut agama yang lainnya.
Prinsip syari’at Islam yang senantiasa mengedepankan unsur keadilan dan kasih sayang merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dalamkehidupan dan manifestasi hukum Islam, dan tentunya melalui pemahaman secara mendalam terhadap tarikh tasyri’ akan menumbuhkan sikap toleransi dan memandang setiap orang dengan pandangan yang sama karena memang yang paling mulia disisi Allah Swt. Hanyalah yang dianugerahkan ketaqwaan dan menjadi keunggulan dari umat lainnya.

2.     Pemahaman terhadap Islam yang komprehensif
Melalui kajian tarikh tasyri’ kita dapat mengetahui kesempurnaan dan syumuliyah (integralitas) ajaran Islam terhadap seluruh aspek kehidupan yang tercermin dalam peradaban umat yang agung terutama di masa kejayaannya.Bahwa penerapan syariat Islam berarti perhatian dan kepedulian negara dan masyarakat terhadap pendidikan, ilmu pengetahuan, ekonomi, akhlaq, aqidah, hubungan sosial, sanksi hukum, dan aspek-aspek lainnya.Dengan demikian adalah keliru jika ada persepsi bahwa syariat Islam hanyalah berisi hukum pidana seperti qishash, rajam, dan sejenisnya.

3.     Sebagai bentuk penghargaan atas jasa para ulama
Melalui kajian tarikh tasyri’ kita dapat menghargai usaha dan jasa para ulama, mulai dari para sahabat Rasulullah saw hingga para imam dan murid-murid mereka dalam mengisi khazanah ilmu dan perada­ban kaum muslimin. Semua itu mereka ambil dari cahaya kenabian yang dibawa oleh Rasulullah saw.
Para ulama terdahulu mencurahkan kehidupan mereka untuk perkembangan keilmuan Islam, tidak hanya sebatas ilmu yang bersifat qauliyah akan tetapi juga ilmu kauniyah. Banyak kita saksikan dalam literature sejarah, para tokoh muslim terdahulu tidak hanya ahli dalam bidang Al-Qur’an dan Hadits, tapi ia juga seorang yang ahli filsafat, ahli kedokteran, ahli astronomi dan pula ahli sejarah. Oleh krena itu dengan kita memahami tarikh tasyri’ adalah manifestasi kita terhadap jasa dan peran penting mereka dalam mengembangkan hukum Islam dari waktu ke waktu agar Islam disegani, tidak hanya sebagai agama yang menunjukan penundukan terhadap Allah Swt. Akan tetapi sebagai solusi dalam setiap permasalahan yang terjadi, karena memang Islam adalah agama masa depan.

4.     Menumbuhkan rasa bangga terhadap syaria’at Islam
Melalui kajian ini akan tumbuh dalam diri kita kebanggaan terhadap Syariat Islam, rasa bangga itu muncul karena memahami bahwa syariat Islam adalah satu-satunya jalan yang akan menyelamatkan umat manusia dari jurang kemurkaan Allah Swt. Serta syari’at Islamlah yang menjadi standar baik dan buruk serta menjadi tolak ukur dalam setiap langkah dan pergerakan umat Islam.
Serta yang tidak kalah penting pula bagaimana kita memberikan pemahaman dan mewariskan sikap kebanggan akan syari’at Islam ini kepada generasi selanjutnya. Karena kita ketahui bersama bahwa kalangan Yahudi dan Nashroni melalui propagandanya akan terus menerus menyerang pemikiran serta membelokan pandangan generasi muda kepada pandangan yang menyesatkan sehingga rapuhlah generasi pelanjut kejayaan Islam ini. Adalah sebuah keniscayaan untuk tetap mewujudkan serta menanamkan kepada generasi muda bahwa syari’at Islam ini perlu diwujudkan dengan mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil dan mulai dari saat ini.

5.     Menumbuhkan motivasi dan optimisme untuk mengembalikan kejayaan Islam.
Motivasi dan optimisme untuk kelangsungan syari’at bisa tegak dimuka bumi bukanlah impian belaka dan bukan pula hanya sebuah wacana. Karena melalui pendalam kajian umat Islam terhadap tarikh tasri’ ini akan menyulut api semangat bahwa Islam mengalami kejayaan yang gemilang, pernah melewati masa keemasan yang menjadi pusat dan tolak ukur dalam membangun peradaban dan kebudayaan, dimana Islam dengan syari’atnya telah membangun manusia-manusia yang unggul dalam segala aspek kehidupan dan menjadi referensi utama dalam kajian keilmuan.
Optimisme akan kejayaan Islam dan syariat Islam menjadi payung dan landasan dalam setiap memutuskan permasalah adalah sikap mulia yang perlu dan tetap ditanamkan dalam jiwa setiap umat Islam. Karena keyakinan tersebut akan memulihkan Islam dari keterpurukan dan menumbuhkan gairah untuk melakukan yang terbaik dalam rangka tegaknya Syari’at Islam dimuka bumi ini dalam satu kepemimpinan, dalam satu komando dalam dalam satu visi dan misi yang sama dibawah naungan panji Al-Qur’an. Yang menjadikan Allah ‘Azza Wajalla sebagai tujuan, Muhammad Saw. Sebagai suri teladan, Al-Qur’an sebagai Undang-undang, Jihad sebagai jalan perjuangan dan Syahid sebagai cita-cita tertinggi.

6.     Melahirkan sikap toleran terhadap perbedaan diantara umat Islam
Sikap tasamuh atau toleransi terhadap perbedaan faham atau lebih tepatnya perbedaan tatacara ibadah yang merupakan furu’iah bagi ummat Islam seharusnya tidaklah menjadikan konflik yang akan mengakibatkan pecahnya semangat persatuan dan kesatuan umat Islam jika memahami secara mendalam tentang tarikh tasyri’ ini.Karena telah dijelaskan diatas bahwa fiqih merupakan produk ulama yang cenderung kepada kebenaran, artinya bukanlah kebenaran yang absolute tetapi pula tidak salah.
Pemahaman terhadap tarikh tasyri’ akan melahirkan sikap toleran dan saling menghormati serta saling menghargai terhadap perbedaan pendapat, perbendaan pemahaman dan pandangan selama pemahaman tersebut berdasarkan pada Penafsiran Al-Qur’an dan Hadits yang benar dan lurus.

            E.    Penerapan Tasyri
Pada masa Rasulullah hukum Islam belum mengalami perkembangan yang signifikan.Sumber hukum yang menjadi titik acuan adalah al-Quran.Apabila terdapat persoalan yang tidak memiliki dasar hukum dalam al-Quran (wahyu), beliau berijtihad sendiri secara langsung dan ijtihad beliau dijadikan sebagi landasan hukum bagi umat Islam pada masa itu.Namun berbeda setelah Rasulullah wafat, kegiatan ijtihad dilakukan atau diambil alih oleh para sahabat-sahabat beliau dalam rangka menjawab setiap permasalahan-permasalahan yang muncul, dengan menempatkan al-Qur’an dan sunah sebagai bahan pertimbangan mereka dalam berijtihad.

            F.     Prinsip-Prinsip
Perundang-undangan Islam mempunyai beberapa asas dan prinsip yang karenanya berdiri perundangan Islam itu.Adapun prinsip-prinsip tasyri’ Islam tersebut diantaranya sebagai berikut.
1.     Menegakkan kemaslahatan
Tasyri’ Islam benar-benar memperhatikan kemaslahatan manusia.Maslahat dapat diartikan perolehan manfaat dan penolakan terhadap kesulitan.Maslahat merupakan dasar yang dikembangkan dalam hukum dan perundangan Islam.Ia memiliki landasan yang kuat dalam Al-Qur’an (Q.S. Al-Anbiyah: 107) dan Al-Sunnah, di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Al-Daruquthai dan Hakim dari Abi Sa’id: “Tidak boleh menyulitkan orang-orang lain dan tidak boleh pula disulitkan orang lain.”
2.     Menegakkan keadilan (Tahqiq Al-Adalah)
Dalam pandangan Islam, manusia itu sama, tidak ada kelebihan antara satu dan yang lainnya karena faktor keturunan, kekayaan, atau kedudukan. Hukum Islam pun memperlakukan manusia secara sama dalam menghadapi keadilan.
Dalam beberapa ayat Al-Qur’an dijumpai perintah untuk berlaku adil, di antaranya dalam surat Al-Maidah ayat 5:“Berlakulah adil, karena adil itu lebih dekat kepada takwa …”. Surat An-Nahl ayat 90: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebaikkan…”.
3.     Tidak menyulitkan (‘Adam Al-Haraj)
Al-haraj memiliki beberapa arti, di antaranya sempit, sesat, paksa, dan berat. Secara terminologis, al-haraj adalah segala sesuatu yang menyulitkan badan, jiwa atau harta seseorang secara berlebihan, baik sekarang maupun dikemudian hari.
4.   Menyedikitkan beban (Taqlil Al-Taklif)
Secara etimologis, taklif berarti beban.Secara terminologis, taklif adalah tuntutan Allah untuk berbuat sehingga dipandang taat dan tuntutan untuk menjauhi cegahan Allah.Dengan demikian, yang dimaksud menyedikitkan tuntutan Allah untuk berbuat, mengerjakan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya.
Pertimbangan menyedikitkan beban ini didasarkan pada surat Al-Maidah ayat 101yang menegaskan bahwa orang-orang yang beriman dilarang bertanya kepada Rasulullah tentang hal yang bila diwajibkan akan menyulitkan mereka. Mungkin yang dimaksud dengan cegahan bertanya kepada ayat tersebut adalah seperti pertanyaan umat Nabi Musa tentang penyembelihan sapi(Q.S. Al-Baqarah: 69-74).
5.   Berangsur-angsur (Al-Tadrij)
Hukum Islam dibentuk secara bertahap dan didasarkan pada Al-Qur’an yang diturunkan secara bertahap pula. Shalat, misalnya pada awalnya diperintahkan pada dua waktu saja, yaitu pagi dan sore (Q.S. Hud: 114), kemudian dalam tiga waktu (Q.S. Al-Isra: 78). Akhirnya –berdasarkan  hadis fi’li yang mutawatir –shalat wajib dilakukan lima kali dalam sehari semalam.
Contoh lainnya, tentang pengharaman riba. Pada awalnya hanya dikatakan sebagai perbuatan tercela (Q.S. Ar-Rum: 39). Setelah itu dinyatakan bahwa riba yang diharamkan adalah yang berlipat ganda (Q.S. Ali-Imran: 130).Akhirnya, riba diharamkan secara keseluruhan (Q.S. Al-Baqarah: 275 dan 278).
Contoh lainnya pengharaman khamar, yang pada awalnya hanya dipandang tercela untuk dilakukan karena lebih banyak madaratnya ketimbang manfaatnya (Q.S. Al-Baqarah: 219). Selanjutnya disebutkan bahwa orang yang hendak shalat dilarang meminum khamar (Q.S. An-Nisa: 43), dan terakhir Allah mengaharamkan secara mutlak (Q.S. Al-Maidah: 90).

G.    Langkah-langkah tasyri’ para sahabat

Setelah meninggalnya Rasulullah, semua permasalahan yang muncul pada hari ini tentunya para sahabat atau kalifah harus bisa menyelesaikan permasalahan tersebut, tidak mungkinmembuat permasalahan begitu saja sehingga membuat ketimpangan-ketimpangan pada umat Islam. Dalam menyelesaikan permasalah, tentunya tidak boleh menimbulkan permasaahan baru, maka para kahilfah mempunyai cara atau langkah-langkah dalam menyelesaikan permasalahan yang muncul.
Abu bakar apabila menghadapi suatu permasalahan yang baru, memperhatikan al-Qur’an, jika terdapat didalamnya beliau menetapkan hukum dengannya, namun jika tidak terdapat didalamnya beliau lalu memperhatikan hadis, jika terdapat didalamnya, beliaupun menetapkan hukum denganya, jika beliau tidak menemukan hal itu dalam hadis sesudah payah beliau memeriksanya, beliau lalu bertanya kepada para sahabat, maka apabila ada seorang sahabat ada yang memberitahukan tentang putusan nabi, beliaupun berpegang pada putusan tersebut. Abubakar juga mengumpulkan sahabat dalam satu majelis, mereka yang duduk dimajelis itu melakukan ijtihad bersama (jama’i) atau ijtihad kolektif.Maka timbulah consensus (keputusan) bersama yang sebut ajma’ mengenai permasalahan tersebut.
Khalifah Umar juga melakukan hal yang demikian, apabila ia tidak mampu mendapatkan petunjuk dalam al-Qur’an dan sunah, maka ia bertanya: apakah ada abu Bakar  memutuskan hal demikian dengan sesuatu keputusan”?, apabila ada abu Bakar mempunyai keputusan tentang itu, maka ia memutuskan seperti yang diputuskan abu Bakar jika tidak ada perbedaan, seperti itu juga khalifah Usman dan Ali, mereka melakukanya dengan penuh ihtiyath.
Maka dari ini dapat dipahami bahwa cara-cara ijtihad yang mereka laksanakan itu adalah dengan  menetapkan hukum dengan dasar ra’yu perorangan “ijtihad fardhi”, dan menetapkan hukum dengan cara mengadakan ijma’ “ijtihad jama’I”.
para khalifah dalam mengemukakan pendapat tentang suatu permasalahan, mereka tidak memaksakan pendapatnya, tidak mengatakan bahwa pendapat dialah yang benar dan menghargai pendapat yang lainya, mengikuti pendapat yang lebih kuat alasan dan dasarnya, maka perlu ditegaskan bahwa hukum-hukum yang mereka tetapkan secara pribadi. Dengan kekuatan ijtihad mereka masing-masing, dan mereka tidak mengharuskan warga untuk mengikutinya. Abu bakar dalam pidato pelantikanya sebagai khalifah pertama kali mengucap “aku telah kalian pilih sebagai khalifah, kepala negara, tetapi aku bukanlah orang terbaik diantara kalian semua, karna itu jika aku melakukan sesuatu yang benar ikuti dan bantulah aku, tetapi jika aku melakukan suatu kesalahan, perbaiki, sebab menurut pendapatku menyatakan yang benar adalah amanat, membohongi  rakyat adalah penghianat. Ikutilah aku selama aku mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya, jika aku tidak mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya, kalian berhak untuk tidak  patuh kepadaku, dan akupun tidak menuntut kepatuhan kalian.
Umar apabila berijtihad mengatakan” inilah pendapat Umar, jika benar maka dia dari Allah, jika salah maka dia dari Umar sendir, sunah itu hanyalah sunah yang disunahkan oleh Allah dan Rasul-Nya,  jangan engkau menjadikan pemikiran yang salah sunnah bagi rakyat.


BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Dalam kamus lisan Al-‘Arab, kata tarikh biasa digunakan untuk “sejarah”, yang berasal dari kata ‘arkh’ yang mengandung arti merekam segala peristiwa dan waktu. Sedangkan kata tarikh biasa digunakan untuk waktu ketika peristiwa itu terjadi.
Tarikh (history) adalah cabang ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan kronologi berbagai peristiwa. Definisi serupa diungkapkan oleh Abd Ar-Rahman As- Sakhawi, bahwa sejarah adalah seni yang berkaitan dengan serangkaian anekdot yang berbentuk kronologi perisriwa.
Berbicara masalah tarikh tasyri’, inilah yang dimaksud dengan sejarah fiqih Islam, dalam  hal ini yang akan menjadi objek kajian dari tarikh tasri’ atau sejarah fiqh Islam adalah:
1.      Membahas keadaan fiqih Islam dimasa Rasulullah dan masa-masa  sesudahnya, untuk menentukan masa-masa terjadinya hukum itu sendiri dan hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an.
2.      Membahas tentang keadaan fuqaha dan mujahidin yang menggali fiqh Islam.
3.      Serta hasil kerja (produk) mereka (fuqaha/mujatahid) terhadap hukum-hukum itu sendiri.
4.      Penentuan masa-masa terjadinya hukum
5.      Penentuan segala proses hukum seperti nasakh dan takhsis
Adapun hubungannya dengan ilmu yang lain seperti metodologi studi islam, sejarah peradaban islam, filsafat sejarah, ulum al-quran, ulum al-hadis, dan berbagai macam ilmu lainnya.

Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Tarikh Tasri’

a.       Mengetahui prinsip dan tujuan syari’at Islam
b.      Pemahaman terhadap Islam yang komprehensif
c.       Sebagai bentuk penghargaan atas jasa para ulama
d.      Menumbuhkan rasa bangga terhadap syaria’at Islam
e.       Menumbuhkan motivasi dan optimisme untuk mengembalikan kejayaan Islam.
f.       Melahirkan sikap toleran terhadap perbedaan diantara umat Islam
  
Prinsip-Prinsip

a.       Menegakkan kemaslahatan
b.      Menegakkan keadilan (Tahqiq Al-Adalah)
c.       Tidak menyulitkan (‘Adam Al-Haraj)
d.      Menyedikitkan beban (Taqlil Al-Taklif)
e.      Berangsur-angsur (Al-Tadrij)
Adapun langkah-langkah tasyri’ pada masa para sahabat yaitu ketika muncul suatu permasalahan maka mereka menggali hukum tersebut dalam al-quran untuk ditemukan solusinya namun apabila tidak ditemukan dalam al-quran maka mereka menggunakan hadis atau sunnah. apabila tidak terdapat pada keduanya maka mereka melakukan ijtihad untuk memecahkan permasalahan tersebut.

B.     Saran
Dalam penyusunan makalah ini penyusun sangat menyadari banyaknya kekurangan, baik dari segi penyusunan maupun dari segi materi. Oleh karena demikian, penulis sangat mengharapkan saran maupun kritik yang sifatnya membangun dari berbagai pihak, demi perbaikan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Supriyadi, Dedi. 2010. Sejarah Hukum Islam. Pustaka Setia

Khon, Abdul Majid. 2013. Ikhtisar Tarikh Tasyri’. Amzah  

Sopian, Yayan. 2010. Tarikh Tasyri’. Depok: Gramata Publishing

Ashidieqy, Hasbi. 1967. Pengantar Ilmu Fiqh, Jakarta:  Amzah


[1] Dedi supriyadi, “sejarah hukum Islam”, cv Pustaka Setia, 2010, h. 31-32
[2] Abdul majid khon, “ikhtisar tarikh tasyri’”, amzah, 2013, h. 2-3
[3] Hasbi Ashshidieqy, Pengantar Ilmu Fiqh”  Djokja, 1967, h. 31
[4] Abdul majid khon, “ikhtisar tarikh tasyri’”, amzah, 2013, h. 3-4
[5] Yayan sopian, “tarikh tasyri’”, gramata publishing, 2010, h. 18-19.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

WALI TANPA NAMA DAN TANPA GELAR

WALI TANPA NAMA DAN TANPA GELAR Suatu hari aku bertemu dengan orang gila ( Al-majnuni Murokab )tak jauh dari makam seorang wali, ia...