TUGAS
TARIKH TASYRI’ DAN PERMASALAHANNYA
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK :1
1. Sahrul Amin (170202001)
2. Marjalinda (170202002)
JURUSAN
AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH (AS)
FAKULTAS
SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MATARAM
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan Taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam selalu kita
curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw beserta keluarga, sahabat dan
pengikut beliau hingga akhir zaman
Dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Dosen kami Muhammad Nor, M.HI, yang
telah memberikan pengetahuan, arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tepat pada waktunya dengan judul
“Ruang Lingkup Ushul fiqih ”.
Serta dalam penyempurnaan makalah ini, penulis
menyadari bahwa dalam tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dari
segi penulisan maupun isi dari makalah ini. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dan membangun demi
kesempurnaan makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya.
DAFTAR
ISI
Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A.
LatarBelakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tarikh Tasyri’
B. Objek Kajian
Tarikh Tasyri’
C. Hubungan Ilmu
Fiqih Dengan Ilmu Lain-Lainnya
D. Urgensi Dan
Kegunaan Mempelajari Tarikh Tasyri’
E. Penerapan
Tasyri’
F. Prinsip-Prinsip
G. Langkah-Langkah
Tasyri’ Para Sahabat
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Tasyri’ memiliki sejarah pertumbuhan dan perkembangan dari masa ke
masa, setapak demi setapak menuju kesempurnaannya dan selalu sesuai dengan
kondisi masyarakatnya. sejarah tasyri' berkembang sejak adanya islam, yaitu
sejak masa rasulullah saw sampai dengan ssekarang
Tasyri’ terbentuk sesuai dengan keperluan yang dibutuhkan
masyarakat untuk mengatur kehidupan demi mencapai kesejahteraan hidup, baik di
dunia maupun di akhirat.
Pada masa rasululah saw, permasalahan di masyarakat belum begitu
banyak. Segala permasalahan diserahkan kepada beliau yang berpedoman dengan
alquran dan hadis. Akan tetapi, setelah wilayah islam menjadi luas dan
menghadapi berbagai permasalahan baru, maka dasar tasyri’ menjadi berkembang,
yaitu menggunakan alquran, hadis, dan ijtihad. Dari ijtihad inilah muncul
berbagai metode sesuai dengan karakter permasalahan yang dihadapi dan sesuai
dengan metode yang ditemukan para mujtahid
Untuk memudahkan pembahasan tentang pengertian tarikh tasyri’, dan
permasalahannya yang berkaitan dengannya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
yang dimaksud dengan tarikh tasyri’ dan ruang lingkupnya?
2.
Bagaimana
hubungan ilmu fikih dengan ilmu-ilmu lain?
3.
Apa
urgensi dan kegunaan mempelajari tarikh tasyri’?
4.
Apa
saja prinsip-prinsip dan langkah-langkah tasyri’ para sahabat?
C.
TUJUAN
1.
Untuk
mengetahui tarikh tasyri’ dan ruang lingkupnya
2.
Untuk
memahami hubungan ilmu fikih dengan ilmu-ilmu lain
3.
Untuk
mengetahui urgensi dan kegunaan mempelajari tarikh tasyri’
4.
Untuk
mengetahui prinsi-prinsip dan langkah-langkah tasyri’ para sahabat
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tarikh Tasyri
Dalam kamus
lisan Al-‘Arab, kata tarikh biasa digunakan untuk “sejarah”, yang berasal dari
kata ‘arkh’ yang mengandung arti merekam segala peristiwa dan waktu. Sedangkan
kata tarikh biasa digunakan untuk waktu ketika peristiwa itu terjadi.
Tarikh (history) adalah cabang ilmu pengetahuan yang berkenaan
dengan kronologi berbagai peristiwa. Definisi serupa diungkapkan oleh Abd
Ar-Rahman As- Sakhawi, bahwa sejarah adalah seni yang berkaitan dengan
serangkaian anekdot yang berbentuk kronologi perisriwa.
Konsep sejarah dalam versi Islam adalah semata-mata untuk meraih
keridhoan Allah. Bahkan Al-Qur’an menekankan kebutuhan pengetahuan sejarah
sebagai dorongan moral terhadap ketakwaan, dalam surat Al-Mu’minun ayat 21,
kata perjalanan di muka bumi adalah kajian formal tentang sejarah suatu bangsa
tercatat. Oleh karena itu, sejarah diperlukan untuk melihat kehancuran dan
peristiwa-peristiwa mengenai sesuatu.
Tasyri’ dari segi terminologinya adalah penetapan peraturan,
penjelasan hukum-hukum, dan penyusunan perundang-undangan. At-Tasyri’ tampaknya
lebih merupakan istilah tekhnik tentang proses pembentukan fiqih atau peraturan
perundang-undangan. Oleh karena itu ia mencakup produk dan proses pembentukan
fiqih atau peraturan perundang-undangan. [1]Dengan
demikian, secara sederhana tarikh tasyri’ diartikan sebagai sejarah
terbentuknya perundang-undangan dalam Islam, atau sejarah pembentukan hukum
Islam.
Secara istilah, tarikh tasyri’ memiliki banyak pengertian yang
disebutkan oleh para ahli, diantaranya Muhammad Ali Al-Sayis dalam bukunya
Tarikh Al-Fiqh Al-Islami mendefinisikan tarikh tasyri’ dengan ilmu yang membahas keadaan penetapan hukum
islam pada masa kerasulan (Rasulullah
Saw masih hidup) dan sesudahnya dengan periodisasi munculnya hukum serta
hal-hal yang berkaitan dengannya, juga membahas keadaan fuqaha dan mujtahid
dalam merumuskan hukum-hukum tersebut. Secara sederhana, tarikh tasyri’ ialah
sejarah penetapan hukum islam yang mengatur perbuatan umat manusia yang
mukallaf dari masa nabi Saw sampai dengan sekarang.[2]
B.
Objek
Kajian Tarikh Tasyri’
Berbicara masalah
tarikh tasyri’, inilah yang dimaksud dengan sejarah fiqih Islam, dalam hal ini yang akan menjadi objek kajian dari
tarikh tasri’ atau sejarah fiqh Islam adalah:
1. Membahas keadaan fiqih Islam dimasa Rasulullah
dan masa-masa sesudahnya, untuk
menentukan masa-masa terjadinya hukum itu sendiri dan hukum-hukum yang ada
dalam Al-Qur’an.
2. Membahas
tentang keadaan fuqaha dan mujahidin yang menggali fiqh Islam.
3. Serta
hasil kerja (produk) mereka (fuqaha/mujatahid) terhadap hukum-hukum itu sendiri.[3]
4. Penentuan
masa-masa terjadinya hukum
5. Penentuan
segala proses hukum seperti nasakh dan takhsis
Sementara itu, jika tasyri’ dimasukkan syariah yang diartikan
secara luas, pembahasannya meliputi segala hal yang berhubungan dengan aqidah,
akhlak, dan muamalah. Akan tetapi, kamil musa dalam kitab al-madkhal ila tarikh
at-tasyri’ al-islami mengatakan bahwa tarikh tasyri’ tidak terbatas pada
sejarah pembentukan hukum yang bersumberkan dari al-quran dan sunnah saja.
Tarikh tasyri’ juga mencakup pemikiran, gagasan, dan ijtihad ulama pada kurun
waktu tertentu.[4]
C. Hubungan Ilmu Fiqh dengan Ilmu-Ilmu Lainnya
a. Ilmu
Tauhid
Ilmu fiqh
sangat erat hubungannya dengan ilmu Tauhid, karena sumber ilmu fiqh yang pokok
adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.Mengakui al-Qur’an sebagai sumber hukum yang
pertama dan paling utama, berangkat dari keimanan bahwa Al-Qur’an diturunkan
Allah SWT dengan perantaraan malaikat kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
utusan-Nya. Disini ilmu fiqh sudah memerlukan keimanan kepada Allah, keimanan
kepada para malaikat, keimanan kepada kitab-kitab Allah sebagai wahyu Allah
SWT, keimanan kepada Rasul, keimanan kepada hari kiamat dan keimanan kepada
qada’ dan qadar.
Selanjutnya
oleh karena tujuan akhir ilmu fiqh untuk mencapai keridhaan Allah SWT di dunia
maupun di akhirat, maka sudah pasti harus yakin pula akan adanya hari akhirat.
Hari pembalasan segala amal perbuatan manusia.Seperti yang kita ketahui aspek
hukum dari perbuatan manusia ini menjadi objek pembahasan ilmu
fiqh.Masalah-masalah yang berkaitan dengan keimanan ini dibahas di dalam ilmu
Tauhid.Singkatnya hubungan ilmu fiqh dengan ilmu Tauhid seperti hubungan antara
bangunan dan fondasinya.Ilmu Tauhid merupakan fondasi yang kokoh, sedangkan
bangunan yang berdiri tegak dengan megahnya di atas fondasi yang kokoh dan kuat
itulah ilmu fiqh.
b. Ilmu Sejarah
Ilmu sejarah
atau tarikh memiliki tiga dimensi; masa lalu, masa kini dan
kemungkinan-kemungkinannya pada masa yang akan datang. Untuk mengetahui
bagaimana ilmu fiqh di masa lalu, bagaimana sekarang dan bagaimana
kemungkinan-kemungkinannya pada masa yang akan datang bisa ditelusuri dari ilmu
Sejarah Islam dan sejarah hukum islam atau lebih dikenal dengan tarikh al-tasyri’.
Masa lalu dan
masa sekarang memberikan data dan fakta. Data dan fakta ini dicari latar
belakangnya serta ditelusuri kandungan maknanya, sehingga ditemukan benang
merahnya yang merupakan semangat ajaran Islam pada umumnya dan semangat ilmu
fiqh pada khususnya yang berlaku sepanjang masa, penerapan semangat ajaran ini
akan berubah sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat yang dihadapinya
dengan tetap memperhatikan metodologi ilmu fiqh yaitu ushul fiqh dan
kaidah-kaidah fiqhiyah.Dari Tarikh
al-asyri ini akan tahu pasang surutnya ilmu fiqh dan bagaimana penterapannya di
berbagai daerah di dunia Islam ini.
Adapun
hubungannya dengan ilmu yang lain seperti metodologi studi islam, sejarah
peradaban islam, filsafat sejarah, ulum al-quran, ulum al-hadis, dan berbagai
macam ilmu lainnya.
Hubungan
tersebut tidak hanya bersifat normatif, tetapi lebih dari itu, perangkat dan
matakuliah yang disebutkan di atas akan mampu memberikan gambaran yang jelas
tentang potret masyarakat islam dalam rentang sejarahnya. MSI akan bermanfaat
untuk mengklasifikasikan metode dan penerapan teknik masing-masing kelompok
yang berbeda. Sosiologi akan mampu menggambarkan kondisi, struktur dan hubungan
sosial pada suatu masa. Pun demikian dengan sejarah peradaban islam, akan
melihat hubungan antara masa, sehingga menjadikan satu kesatuan yang tak
terpisahkan. Kesatuan tersebut akan bermanfaat untuk melihat proses dialektika
zaman dan proses perubahab-perubahan sosial, politik atau pun keagamaan. Pun
demikian dengan beberapa mata kuliah lain, yang semuanya menopang tarikh
tasyri’, terutama untuk mendapatkan suatu hasil analisis yang sempurna dan
obyektif.[5]
D.
Urgensi dan Kegunaan Mempelajari
Tarikh Tasri’
1. Mengetahui prinsip dan tujuan syari’at Islam
Melalui kajian
tarikh tasyri’ kita dapat mengetahui prinsip dan tujuan syariat Islam. Dimana tujuan dari syariat
Islam adalah untuk menjaga harkat dan martabat seorang muslim dan sebagai
pembeda atau identitas seorang muslim dibandingkan dengan penganut agama yang
lainnya.
Prinsip
syari’at Islam yang senantiasa mengedepankan unsur keadilan dan kasih sayang
merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dalamkehidupan dan manifestasi hukum
Islam, dan tentunya melalui pemahaman secara mendalam terhadap tarikh tasyri’
akan menumbuhkan sikap toleransi dan memandang setiap orang dengan pandangan yang
sama karena memang yang paling mulia disisi Allah Swt. Hanyalah yang
dianugerahkan ketaqwaan dan menjadi keunggulan dari umat lainnya.
2. Pemahaman terhadap Islam yang komprehensif
Melalui kajian
tarikh tasyri’ kita dapat mengetahui kesempurnaan dan syumuliyah (integralitas)
ajaran Islam terhadap seluruh aspek kehidupan yang tercermin dalam peradaban
umat yang agung terutama di masa kejayaannya.Bahwa penerapan syariat Islam
berarti perhatian dan kepedulian negara dan masyarakat terhadap pendidikan,
ilmu pengetahuan, ekonomi, akhlaq, aqidah, hubungan sosial, sanksi hukum, dan
aspek-aspek lainnya.Dengan demikian adalah keliru jika ada persepsi bahwa
syariat Islam hanyalah berisi hukum pidana seperti qishash, rajam, dan
sejenisnya.
3. Sebagai bentuk penghargaan atas jasa para ulama
Melalui kajian
tarikh tasyri’ kita dapat menghargai usaha dan jasa para ulama, mulai dari para
sahabat Rasulullah saw hingga para imam dan murid-murid mereka dalam mengisi
khazanah ilmu dan peradaban kaum muslimin. Semua itu mereka ambil dari cahaya
kenabian yang dibawa oleh Rasulullah saw.
Para
ulama terdahulu mencurahkan kehidupan mereka untuk perkembangan keilmuan Islam,
tidak hanya sebatas ilmu yang bersifat qauliyah akan tetapi juga ilmu kauniyah.
Banyak kita saksikan dalam literature sejarah, para tokoh muslim terdahulu
tidak hanya ahli dalam bidang Al-Qur’an dan Hadits, tapi ia juga seorang yang
ahli filsafat, ahli kedokteran, ahli astronomi dan pula ahli sejarah. Oleh
krena itu dengan kita memahami tarikh tasyri’ adalah manifestasi kita terhadap
jasa dan peran penting mereka dalam mengembangkan hukum Islam dari waktu ke
waktu agar Islam disegani, tidak hanya sebagai agama yang menunjukan penundukan
terhadap Allah Swt. Akan tetapi sebagai solusi dalam setiap permasalahan yang
terjadi, karena memang Islam adalah agama masa depan.
4. Menumbuhkan rasa bangga terhadap syaria’at
Islam
Melalui kajian
ini akan tumbuh dalam diri kita kebanggaan terhadap Syariat Islam, rasa bangga
itu muncul karena memahami bahwa syariat Islam adalah satu-satunya jalan yang
akan menyelamatkan umat manusia dari jurang kemurkaan Allah Swt. Serta syari’at
Islamlah yang menjadi standar baik dan buruk serta menjadi tolak ukur dalam
setiap langkah dan pergerakan umat Islam.
Serta
yang tidak kalah penting pula bagaimana kita memberikan pemahaman dan
mewariskan sikap kebanggan akan syari’at Islam ini kepada generasi selanjutnya.
Karena kita ketahui bersama bahwa kalangan Yahudi dan Nashroni melalui
propagandanya akan terus menerus menyerang pemikiran serta membelokan pandangan
generasi muda kepada pandangan yang menyesatkan sehingga rapuhlah generasi
pelanjut kejayaan Islam ini. Adalah sebuah keniscayaan untuk tetap mewujudkan
serta menanamkan kepada generasi muda bahwa syari’at Islam ini perlu diwujudkan
dengan mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil dan mulai dari saat ini.
5. Menumbuhkan motivasi dan optimisme untuk
mengembalikan kejayaan Islam.
Motivasi dan
optimisme untuk kelangsungan syari’at bisa tegak dimuka bumi bukanlah impian
belaka dan bukan pula hanya sebuah wacana. Karena melalui pendalam kajian umat
Islam terhadap tarikh tasri’ ini akan menyulut api semangat bahwa Islam
mengalami kejayaan yang gemilang, pernah melewati masa keemasan yang menjadi
pusat dan tolak ukur dalam membangun peradaban dan kebudayaan, dimana Islam
dengan syari’atnya telah membangun manusia-manusia yang unggul dalam segala
aspek kehidupan dan menjadi referensi utama dalam kajian keilmuan.
Optimisme akan
kejayaan Islam dan syariat Islam menjadi payung dan landasan dalam setiap
memutuskan permasalah adalah sikap mulia yang perlu dan tetap ditanamkan dalam
jiwa setiap umat Islam. Karena keyakinan tersebut akan memulihkan Islam dari
keterpurukan dan menumbuhkan gairah untuk melakukan yang terbaik dalam rangka
tegaknya Syari’at Islam dimuka bumi ini dalam satu kepemimpinan, dalam satu
komando dalam dalam satu visi dan misi yang sama dibawah naungan panji
Al-Qur’an. Yang menjadikan Allah ‘Azza Wajalla sebagai tujuan, Muhammad Saw.
Sebagai suri teladan, Al-Qur’an sebagai Undang-undang, Jihad sebagai jalan
perjuangan dan Syahid sebagai cita-cita tertinggi.
6. Melahirkan sikap toleran terhadap perbedaan
diantara umat Islam
Sikap tasamuh
atau toleransi terhadap perbedaan faham atau lebih tepatnya perbedaan tatacara
ibadah yang merupakan furu’iah bagi ummat Islam seharusnya tidaklah menjadikan
konflik yang akan mengakibatkan pecahnya semangat persatuan dan kesatuan umat
Islam jika memahami secara mendalam tentang tarikh tasyri’ ini.Karena telah
dijelaskan diatas bahwa fiqih merupakan produk ulama yang cenderung kepada
kebenaran, artinya bukanlah kebenaran yang absolute tetapi pula tidak salah.
Pemahaman
terhadap tarikh tasyri’ akan melahirkan sikap toleran dan saling menghormati
serta saling menghargai terhadap perbedaan pendapat, perbendaan pemahaman dan
pandangan selama pemahaman tersebut berdasarkan pada Penafsiran Al-Qur’an dan
Hadits yang benar dan lurus.
E. Penerapan Tasyri’
Pada masa
Rasulullah hukum Islam belum mengalami perkembangan yang signifikan.Sumber
hukum yang menjadi titik acuan adalah al-Quran.Apabila terdapat persoalan yang
tidak memiliki dasar hukum dalam al-Quran (wahyu), beliau berijtihad sendiri
secara langsung dan ijtihad beliau dijadikan sebagi landasan hukum bagi umat
Islam pada masa itu.Namun berbeda setelah Rasulullah wafat, kegiatan ijtihad
dilakukan atau diambil alih oleh para sahabat-sahabat beliau dalam rangka
menjawab setiap permasalahan-permasalahan yang muncul, dengan menempatkan
al-Qur’an dan sunah sebagai bahan pertimbangan mereka dalam berijtihad.
F. Prinsip-Prinsip
Perundang-undangan
Islam mempunyai beberapa asas dan prinsip yang karenanya berdiri perundangan
Islam itu.Adapun prinsip-prinsip tasyri’ Islam tersebut diantaranya sebagai
berikut.
1. Menegakkan
kemaslahatan
Tasyri’ Islam
benar-benar memperhatikan kemaslahatan manusia.Maslahat dapat diartikan
perolehan manfaat dan penolakan terhadap kesulitan.Maslahat merupakan dasar
yang dikembangkan dalam hukum dan perundangan Islam.Ia memiliki landasan yang
kuat dalam Al-Qur’an (Q.S. Al-Anbiyah: 107) dan Al-Sunnah, di antaranya
hadits yang diriwayatkan oleh Al-Daruquthai dan Hakim dari Abi Sa’id: “Tidak
boleh menyulitkan orang-orang lain dan tidak boleh pula disulitkan orang lain.”
2. Menegakkan keadilan (Tahqiq Al-Adalah)
Dalam pandangan
Islam, manusia itu sama, tidak ada kelebihan antara satu dan yang lainnya
karena faktor keturunan, kekayaan, atau kedudukan. Hukum Islam pun
memperlakukan manusia secara sama dalam menghadapi keadilan.
Dalam beberapa ayat Al-Qur’an dijumpai perintah untuk berlaku adil,
di antaranya dalam surat Al-Maidah ayat 5:“Berlakulah
adil, karena adil itu lebih dekat kepada takwa …”. Surat An-Nahl
ayat 90: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil
dan berbuat kebaikkan…”.
3. Tidak menyulitkan (‘Adam Al-Haraj)
Al-haraj
memiliki beberapa arti, di antaranya sempit, sesat, paksa, dan berat. Secara
terminologis, al-haraj adalah segala sesuatu yang menyulitkan badan, jiwa atau
harta seseorang secara berlebihan, baik sekarang maupun dikemudian hari.
4. Menyedikitkan beban (Taqlil Al-Taklif)
Secara
etimologis, taklif berarti beban.Secara terminologis, taklif adalah tuntutan
Allah untuk berbuat sehingga dipandang taat dan tuntutan untuk menjauhi cegahan
Allah.Dengan demikian, yang dimaksud menyedikitkan tuntutan Allah untuk
berbuat, mengerjakan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya.
Pertimbangan menyedikitkan beban ini didasarkan pada surat
Al-Maidah ayat 101yang menegaskan bahwa orang-orang yang
beriman dilarang bertanya kepada Rasulullah tentang hal yang bila diwajibkan
akan menyulitkan mereka. Mungkin yang dimaksud dengan cegahan bertanya kepada
ayat tersebut adalah seperti pertanyaan umat Nabi Musa tentang penyembelihan
sapi(Q.S.
Al-Baqarah: 69-74).
5. Berangsur-angsur (Al-Tadrij)
Hukum Islam
dibentuk secara bertahap dan didasarkan pada Al-Qur’an yang diturunkan secara
bertahap pula. Shalat, misalnya pada awalnya diperintahkan pada dua waktu saja,
yaitu pagi dan sore (Q.S. Hud: 114), kemudian dalam tiga waktu
(Q.S. Al-Isra: 78). Akhirnya –berdasarkan hadis fi’li yang mutawatir –shalat
wajib dilakukan lima kali dalam sehari semalam.
Contoh lainnya, tentang pengharaman riba. Pada awalnya hanya
dikatakan sebagai perbuatan tercela (Q.S. Ar-Rum: 39).
Setelah itu dinyatakan bahwa riba yang diharamkan adalah yang berlipat ganda (Q.S.
Ali-Imran: 130).Akhirnya, riba diharamkan secara keseluruhan (Q.S.
Al-Baqarah: 275 dan 278).
Contoh lainnya pengharaman khamar, yang pada awalnya hanya
dipandang tercela untuk dilakukan karena lebih banyak madaratnya ketimbang
manfaatnya (Q.S. Al-Baqarah: 219).
Selanjutnya disebutkan bahwa orang yang hendak shalat dilarang meminum khamar (Q.S.
An-Nisa: 43), dan terakhir Allah mengaharamkan secara
mutlak (Q.S.
Al-Maidah: 90).
G. Langkah-langkah
tasyri’ para sahabat
Setelah
meninggalnya Rasulullah, semua permasalahan yang muncul pada hari ini tentunya
para sahabat atau kalifah harus bisa menyelesaikan permasalahan tersebut, tidak
mungkinmembuat permasalahan begitu saja sehingga membuat
ketimpangan-ketimpangan pada umat Islam. Dalam menyelesaikan permasalah,
tentunya tidak boleh menimbulkan permasaahan baru, maka para kahilfah mempunyai
cara atau langkah-langkah dalam menyelesaikan permasalahan yang muncul.
Abu bakar apabila menghadapi suatu permasalahan yang baru,
memperhatikan al-Qur’an, jika terdapat didalamnya beliau menetapkan hukum
dengannya, namun jika tidak terdapat didalamnya beliau lalu memperhatikan
hadis, jika terdapat didalamnya, beliaupun menetapkan hukum denganya, jika
beliau tidak menemukan hal itu dalam hadis sesudah payah beliau memeriksanya,
beliau lalu bertanya kepada para sahabat, maka apabila ada seorang sahabat ada
yang memberitahukan tentang putusan nabi, beliaupun berpegang pada putusan
tersebut. Abubakar juga mengumpulkan sahabat dalam satu majelis, mereka yang
duduk dimajelis itu melakukan ijtihad bersama (jama’i) atau ijtihad
kolektif.Maka timbulah consensus (keputusan) bersama yang sebut ajma’ mengenai
permasalahan tersebut.
Khalifah Umar juga melakukan hal yang demikian, apabila ia tidak
mampu mendapatkan petunjuk dalam al-Qur’an dan sunah, maka ia bertanya: apakah
ada abu Bakar memutuskan hal demikian
dengan sesuatu keputusan”?, apabila ada abu Bakar mempunyai keputusan tentang
itu, maka ia memutuskan seperti yang diputuskan abu Bakar jika tidak ada
perbedaan, seperti itu juga khalifah Usman dan Ali, mereka melakukanya dengan
penuh ihtiyath.
Maka dari ini dapat dipahami bahwa cara-cara ijtihad yang mereka
laksanakan itu adalah dengan menetapkan
hukum dengan dasar ra’yu perorangan “ijtihad fardhi”, dan menetapkan hukum
dengan cara mengadakan ijma’ “ijtihad jama’I”.
para khalifah dalam mengemukakan pendapat tentang suatu
permasalahan, mereka tidak memaksakan pendapatnya, tidak mengatakan bahwa
pendapat dialah yang benar dan menghargai pendapat yang lainya, mengikuti pendapat
yang lebih kuat alasan dan dasarnya, maka perlu ditegaskan bahwa hukum-hukum
yang mereka tetapkan secara pribadi. Dengan kekuatan ijtihad mereka
masing-masing, dan mereka tidak mengharuskan warga untuk mengikutinya. Abu
bakar dalam pidato pelantikanya sebagai khalifah pertama kali mengucap “aku
telah kalian pilih sebagai khalifah, kepala negara, tetapi aku bukanlah orang
terbaik diantara kalian semua, karna itu jika aku melakukan sesuatu yang benar
ikuti dan bantulah aku, tetapi jika aku melakukan suatu kesalahan, perbaiki,
sebab menurut pendapatku menyatakan yang benar adalah amanat, membohongi rakyat adalah penghianat. Ikutilah aku selama
aku mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya, jika aku tidak mengikuti perintah
Allah dan Rasul-Nya, kalian berhak untuk tidak
patuh kepadaku, dan akupun tidak menuntut kepatuhan kalian.
Umar apabila berijtihad mengatakan” inilah pendapat Umar, jika
benar maka dia dari Allah, jika salah maka dia dari Umar sendir, sunah itu
hanyalah sunah yang disunahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, jangan engkau menjadikan pemikiran yang salah
sunnah bagi rakyat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam kamus
lisan Al-‘Arab, kata tarikh biasa digunakan untuk “sejarah”, yang berasal dari
kata ‘arkh’ yang mengandung arti merekam segala peristiwa dan waktu. Sedangkan
kata tarikh biasa digunakan untuk waktu ketika peristiwa itu terjadi.
Tarikh (history) adalah cabang ilmu pengetahuan yang berkenaan
dengan kronologi berbagai peristiwa. Definisi serupa diungkapkan oleh Abd
Ar-Rahman As- Sakhawi, bahwa sejarah adalah seni yang berkaitan dengan
serangkaian anekdot yang berbentuk kronologi perisriwa.
Berbicara
masalah tarikh tasyri’, inilah yang dimaksud dengan sejarah fiqih Islam,
dalam hal ini yang akan menjadi objek
kajian dari tarikh tasri’ atau sejarah fiqh Islam adalah:
1.
Membahas keadaan fiqih Islam dimasa Rasulullah
dan masa-masa sesudahnya, untuk
menentukan masa-masa terjadinya hukum itu sendiri dan hukum-hukum yang ada
dalam Al-Qur’an.
2.
Membahas
tentang keadaan fuqaha dan mujahidin yang menggali fiqh Islam.
3.
Serta
hasil kerja (produk) mereka (fuqaha/mujatahid) terhadap hukum-hukum itu
sendiri.
4.
Penentuan
masa-masa terjadinya hukum
5.
Penentuan
segala proses hukum seperti nasakh dan takhsis
Adapun
hubungannya dengan ilmu yang lain seperti metodologi studi islam, sejarah
peradaban islam, filsafat sejarah, ulum al-quran, ulum al-hadis, dan berbagai
macam ilmu lainnya.
Urgensi dan Kegunaan Mempelajari
Tarikh Tasri’
a.
Mengetahui prinsip dan tujuan syari’at Islam
b.
Pemahaman terhadap Islam yang komprehensif
c.
Sebagai bentuk penghargaan atas jasa para ulama
d.
Menumbuhkan rasa bangga terhadap syaria’at
Islam
e.
Menumbuhkan motivasi dan optimisme untuk
mengembalikan kejayaan Islam.
f.
Melahirkan sikap toleran terhadap perbedaan
diantara umat Islam
Prinsip-Prinsip
a.
Menegakkan kemaslahatan
b. Menegakkan keadilan (Tahqiq Al-Adalah)
c. Tidak menyulitkan (‘Adam Al-Haraj)
d. Menyedikitkan beban (Taqlil Al-Taklif)
e. Berangsur-angsur (Al-Tadrij)
Adapun langkah-langkah tasyri’ pada masa para
sahabat yaitu ketika muncul suatu permasalahan maka mereka menggali hukum
tersebut dalam al-quran untuk ditemukan solusinya namun apabila tidak ditemukan
dalam al-quran maka mereka menggunakan hadis atau sunnah. apabila tidak
terdapat pada keduanya maka mereka melakukan ijtihad untuk memecahkan
permasalahan tersebut.
B. Saran
Dalam
penyusunan makalah ini penyusun sangat menyadari banyaknya kekurangan, baik
dari segi penyusunan maupun dari segi materi. Oleh karena demikian, penulis
sangat mengharapkan saran maupun kritik yang sifatnya membangun dari berbagai
pihak, demi perbaikan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Supriyadi,
Dedi. 2010. Sejarah Hukum Islam. Pustaka Setia
Khon, Abdul
Majid. 2013. Ikhtisar Tarikh Tasyri’. Amzah
Sopian, Yayan.
2010. Tarikh Tasyri’. Depok: Gramata Publishing
Ashidieqy,
Hasbi. 1967. Pengantar Ilmu Fiqh, Jakarta: Amzah
[1]
Dedi supriyadi, “sejarah hukum Islam”, cv Pustaka Setia, 2010, h. 31-32
[2]
Abdul majid khon, “ikhtisar tarikh tasyri’”, amzah, 2013, h. 2-3
[3]
Hasbi Ashshidieqy, Pengantar Ilmu Fiqh” Djokja, 1967, h. 31
[4]
Abdul majid khon, “ikhtisar tarikh tasyri’”, amzah, 2013, h. 3-4
[5]
Yayan sopian, “tarikh tasyri’”, gramata publishing, 2010, h. 18-19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar