Nama :
Sahrul Amin
NIM
: 170202001
Kelas :
II(A)
Jurusan :
Ahwal Syakhshiyah
Mata Kuliah :
Filsafat Hukum Islam
Dosen Pengampu : Lalu
Ahmad Rizkan, MHI.
“Poligami Dalam
Satu Akad”
Kata-kata
“poligami” terdiri dari kata “poli” dan “gami”. Secara etimologi, poli artinya
“banyak”, gami artinya “istri. Jadi, poligami itu artinya beristri banyak.
Secara teminologi, poligami yaitu “seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu
istri”. Atau, “seorang laki-laki beristri lebih dari seorang, tetapi dibatasi
paling banyak empat orang”.
Pandangan islam
terkait poligami yaitu bahwa poligami merupakan salah satu syariat yang
terdapat di dalam islam. Hal ini sesuai dengan yang telah dituangkan di dalam
al-quran surat an-nisa’:3
وان خفتم
الا تقسطوا فى اليتامى فانكحوا ماطاب لكم من النساء مثنى وثلاث ورباع فان خفتم الا
تعدلوا فواحدة او ما ملكت ايمانكم ذلك ادنى الا تعولوا
“dan jika kamu khawatir tidak akan mampu
berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mmenikahinya),
maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat.
Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah)
seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu
lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim”.
Poligami ini sudah ada jauh sebelum adanya islam, dalam satu
riwayat dikatakan bahwa istri nabi sulaiman sekitar 700 orang. Sedang di
riwayat yang lain dikatakan bahwa istri beliau sekitar 1000 orang. Kemudian
setelah datangnya islam beserta syariat poligaminya bukan dalam rangka
merendahkan harkat dan marabat seorang perempuan. Akan tetapi, dengan adanya
syariat ini justru demi menjunjung tinggi harkat dan martabat mereka dengan
membatasi jumlah maksimal istri seorang laki-laki hanya pada empat orang
wanita. Tidak hanya itu, islam juga memberikan syarat kepada laki-laki yang
ingin mengamalkan syariat ini dengan “dapat berlaku adil” berdasarkan surat
an-nisa’ ayat 3:
فان خفتم
الا تعدلوا فواحدة
“Tetapi
jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang
saja”.
Menurut Sayyid Quthub, yang dimaksud dengan keadilan dalam hal
tersebut ialah keadilan dalam memberi nafkah, keadilan menjaga dan memelihara,
keadilan dalam mencukupi segi-segi kebutuhan para istri, yaitu kebutuhan
keuangan, biologis dan psikologis. Adapun soal perasaan dan hati yang tidak
dapat diwujudkan dalam bentuk kehidupan lahiriah, keadilannya tidak berada
dalam batas kesanggupan manusia. Yang dituntut dalam hal itu ialah jangan
menunjukkan kecenderungan berat sebelah kepada yang satu sehingga yang lain
menjadi terkatung-katung. Dalam hal ini, Allah swt menyatakan firman-Nya:
ولن
تستطيعوا ان تعدلوا بين النساء ولو حرصتم فلا تميلواكل الميل فتذروها
كالمعلقة
النساء :129
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara
istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu
janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu
biarkan lain terkatung-katung. (QS. An-Nisa’: 129)
Hikmah poligami akan terlihat secara gambling ketika perang ataupun
wabah penyakit melanda, di mana pada saat-saat seperti ini kaum wanita
terkadang bisa menjadi lebih banyak disbanding kaum pria. Sehingga, poligami
dalam situasi seperti ini akan menjadi solusi bagi bermacam-macam problem
psikologis dan moral.
Sayyid Quthub memandang bahwa poligami merupakan dispensasi yang
ditentukan oleh angka perbandingan antara jumlah pria dan wanita, bukan ditentukan
oleh teori atau undang-undang. Karena itu, jika jumlah pria yang telah mencapai
usia dewasa dan siap bersedia kawin jumlahnya seimbang dengan jumlah wanita
yang telah mencapai usia dewasa dan bersedia dikawin, maka praktis tidak ada
alasan sama sekali bagi seorang pria mempunyai isteri lebih dari seorang
wanita. Sebab, dalam hal itu yang menentukan adalah angka.[4]
Hal tersebut sesuai dengan hadits nabi Muhammad Saw tentang
tanda-tanda kiamat yang terdapat di dalam buku “HADITS SHAHIH AL-JAMIUS
SHAHIH BUKHARI MUSLIM”:
ان من أشراط الساعة أن يرفع العلمز ويظهر الجهل ويفشو الزنا ويشرب
الخمر ويذهب الرجال وتسقى النساء حتى يكون لخمسين أمرأة قيم واحد (رواه الشيخان)
“Sesungguhnya dari tanda-tanda datangnya
kiamat yaitu: ilmu akan diangkat. Munculnya kebodohan. Tersebarnya perzinahan.
Minuman keras (khamar) dijadikan minuman. Orang laki-laki banyak yang pergi
(meninggal atau jumlahnya sedikit), tinggal para wanita sehingga keadaannya
bagi-50 orang wanita untuk seorang laki-laki (banyak wanita daripada
laki-laki). (HR. bukhari – Muslim”).
Masalah tidak
seimbangnya jumlah pria dan wanita bisa disebabkan oleh suatu peperangan atau
wabah penyakit yang banyak menelan korban kaum pria daripada kaum wanita, atau
disebabkan oleh banyaknya kaum pria yang tidak dapat melakukan perkawinan
karena faktor ekonomi, kekeluargaan atau masalah-masalah sosial lainnya.
Dalam hal
terjadinya ketidakseimbangan jumlah pria dan wanita, Sayyid Quthub memberikan
contoh Negara Jerman setelah Perang Dunia II. Di sana terdapat ketimpangan
dengan perbandingan 3 : 1 (tiga gadis yang telah mencapai usia perkawinan berbanding
satu orang pemuda dalam usia yang sama), yaitu masing-masing berusia antara 20
dan 45 tahun.
Adapun
kaitannya dengan poligami dalam satu akad adalah bahwasanya sama halnya dengan
poligami yang dilakukan oleh seorang di waktu yang berbeda-beda. Karena
poligami pada hakikatnya hanyalah untuk memelihara setiap laki-laki muslim
daripada menjadi laki-laki hidung belang yang memiliki banyak pacar simpanan,
lebih baik adanya poligami ini daripada terjadinya seks bebas dan penyimpangan
perilaku seks serta pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah seperti yang banyak
terjadi di barat seperti Eropa dan Amerika sekarang
Terakhir, kita
tak boleh lupa bahwasanya istri kedua juga merupakan seorang wanita yang
bermaksud untuk memelihara kesucian dirinya dengan cara menikah walaupun dengan
orang yang sudah beristri yang mana disebut oleh masyarakat dengan istilah
poligami.
DAFTAR PUSTAKA
Ghazaly, Abdur Rahman. 2006. Fiqih Munakahat. Jakarta:
Kencana.
Quthub, Sayyid. 1983. Islam Dan Perdamaian Dunia. Jakarta:
Pustaka Firdaus.
Al-Musayyar, Sayyid Ahmad. 2008. Fiqih cinta kasih.
Terjemahan oleh Habiburrahim. Penerbit Erlangga.
Bahresj, Hussein. Hadits Shahih Al-Jamius Shahih Bukhari Muslim.
Surabaya: Karya Utama.
Junaedi, Dedi. 2010. Bimbingan Perkawinan. Jakarta:
Akademika Pressindo.