MAKALAH PENGANTAR HUKUM ISLAM DAN PRANATA SOSIAL : BAITUL MAAL WA AT TAMWIL
Dalam kehidupan bermasyarakat, umat islam saat ini sangat jauh
berbeda dengan yang kita saksikan pada masa rasulullah. Kehidupan bermasyarakat
pada masa rasulullah sangat jelas terlihat dengan adanya rasulullah yang
menjadi pemandu utama bagi umat islam dalam menjalankan syariat. Karena
sebagian besar ajaran-ajaran yang terdapat di dalam syariat islam adalah
tentang hubungan manusia dengan manusia (sosial) disamping hubungan manusia
dengan Allah (habluminallah).
Oleh karena banyaknya ayat-ayat yang membahas tentang muamalah
disamping membahas tentang tauhid. Maka untuk menjalankan syariat islam secara
kaffah (menyeluruh), umat islam sangat membutuhkan sebuah alternatif sebagai
pemandu untuk menjalankannya. Alternatif yang dimaksud oleh penulis dalam hal
ini adalah baitul mal wa at tamwil (BMT).
Sebelum membahas lebih jauh lagi mengenai kehidupan bermasyarakat
umat islam, alangkah lebih baiknya terlebih dahulu kita mengetahui apa yang
dimaksud dengan BMT yang berfungsi sebagai alternatif umat islam dalam
menjalankan syariat islam yang berkaitan dengan hubungannya dengan sesama
manusia. Untuk mendefinisikan arti dari BMT perlu kita pisahkan dahulu kata per
kata untuk dapat memudahkan kita memahami secara lebih mendalam tentang
definisi dari BMT.
Baitul mal merupakan sebuah rumah dana (harta) yang biasa digunakan
untuk menerima, mengelola dan mendistribusikan hasil zakat, infak dan sedekah
(ZIS) yang diperoleh dari umat islam kepada orang-orang yang lebih membutuhkan.
Istilah baitul mal sendiri sudah ada sejak zaman para khulafaurrasyidi
khususnya pada masa khalifah umar bin khattab yang merupakan pelopor utama
berdirinya baitul mal ini.
Sedangkan at-tamwil merupakan rumah usaha (bisnis) yang bermotif
keuntungan (laba). Jadi, BMT adalah sebuah lembaga Negara yang bertugas
menerima, mengelola, dan mendistribusikan zakat, infak dan sedekah yang
diterima dari umat islam kepada orang yang lebih membutuhkan dengan motif bisnis
atau dengan kata lain mendapatkan keuntungan atas pengelolaan mereka terhadap
ZIS yang diterima dan kemudian disalurkan kepada yang lebih membutuhkan. BMT merupakan
lembaga Negara yang bergerak di bidang sosial sekaligus juga bisnis yang
mencari keuntungan.
Pada mulanya, istilah BMT terdengar pada awal 1992. Istilah ini
muncul dari prakarsa sekelompok aktivis yang kemudian mendirikan BMT Bina Insan
Kamil di jalan Pramuka Sari II Jakarta. Setelah itu, muncul pelatihan-pelatihan
BMT yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil (P3UK),
di mana tokoh-tokoh P3UK adalah para pendiri BMT Bina Insan Kamil.[1]
BMT lebih banyak bergerak di bidang sosial kemasyarakatan demi
terwujudnya cita-cita umat islam yang menjalankan syariat secara kaffah khususnya
dalam bidang ekonomi. Dengan adanya BMT, umat islam memiliki alternatif untuk
menyalurkan zakat, infak dan sedekah yang selama ini hanya ada dalam
angan-angan mereka karena kendala sebuah lembaga yang belum ada sebelumnya
seperti BMT ini.
Banyak
faktor yang mendorong lahirnya BMT ini, ada yang berpendapat bahwa di
tengah-tengah kehidupan masyarakat yang hidup serta berkecukupan muncul
kekhawatiran akan timbulnya pengikisan akidah. Pengikisan akidah ini bukan
hanya dipengaruhi dari aspek syiar islam, melainkan juga dipengaruhi oleh
lemahnya ekonomi masyarakat. Sebagaimana diriwayatkan dari Rasulullah Saw,
“kefakiran itu mendekati kekufuran,” maka keberadaan BMT diharapkan mampu
mengataasi masalah ini lewat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ekonomi masyarakat[2]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar